Fenomena alam berupa dua laut yang tidak menyatu telah memukau para ilmuwan dan masyarakat awam selama bertahun-tahun. Pemandangan di mana dua perairan dengan warna, kadar garam, dan suhu berbeda tetap terpisah tanpa tercampur dengan sempurna ini dianggap sebagai keajaiban alam. Namun, yang mengejutkan banyak orang, fenomena ini ternyata telah disebutkan lebih dari 1.400 tahun yang lalu dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur’an.
Fenomena Ilmiah: Dua Laut yang Tidak Bercampur
Dalam ilmu oseanografi, fenomena ini dikenal sebagai halocline atau oceanic convergence. Contohnya bisa ditemukan di Selat Gibraltar (antara Laut Mediterania dan Samudra Atlantik) serta di Teluk Alaska. Di lokasi ini, dua perairan berbeda bertemu namun tidak langsung bercampur karena perbedaan densitas, kadar garam, suhu, dan arus. Garis pemisah ini dikenal dengan istilah barrier atau batas pemisah.
Secara ilmiah, batas ini bekerja layaknya dinding tak kasat mata yang menghambat pencampuran air meskipun berada dalam satu wilayah geografis. Ini merupakan hasil dari hukum-hukum fisika fluida yang kompleks, dan baru dipahami secara ilmiah dalam beberapa dekade terakhir dengan bantuan teknologi canggih.
Penjelasan dalam Al-Qur’an
Apa yang lebih menakjubkan adalah kenyataan bahwa Al-Qur’an telah menyebutkan fenomena ini sejak abad ke-7 Masehi, jauh sebelum manusia memiliki pemahaman ilmiah yang memadai tentang laut dan samudra. Dalam surat Ar-Rahman ayat 19–20, Allah SWT berfirman:
“Maraja al-bahrayni yaltaqiyan. Baynahuma barzakhun la yabghiyan.”
(“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.”)
– QS. Ar-Rahman: 19–20
Ayat ini dengan jelas menyebutkan rajazeus login dua laut yang bertemu namun tetap terpisah karena adanya “barzakh” (pembatas). Kata “barzakh” dalam bahasa Arab berarti penghalang atau pembatas yang tidak terlihat secara fisik namun efektif dalam fungsinya. Penjelasan ini sangat sesuai dengan apa yang diamati oleh para ilmuwan saat ini.
Selain Ar-Rahman, fenomena serupa juga disinggung dalam surat Al-Furqan ayat 53:
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak bisa ditembus.”
– QS. Al-Furqan: 53
Dalam ayat ini, disebutkan tentang dua jenis air — tawar dan asin — yang tidak saling menyatu sepenuhnya, yang sangat relevan dengan pertemuan air sungai dan air laut, seperti di muara sungai.
Relevansi Ilmu Pengetahuan Modern
Para ilmuwan menyatakan bahwa pertemuan dua laut memang bisa terjadi tanpa pencampuran langsung karena faktor-faktor fisik seperti:
-
Perbedaan kerapatan (densitas) akibat kadar garam yang berbeda.
-
Temperatur yang berbeda antara dua badan air.
-
Perbedaan kecepatan dan arah arus laut.
-
Gaya Coriolis akibat rotasi bumi yang mempengaruhi arus.
Sebuah penelitian oleh Jacques Cousteau, seorang ahli kelautan asal Prancis yang terkenal, mengungkapkan bahwa saat menyelam di lokasi pertemuan laut di Teluk Alaska, dia melihat sendiri lapisan air yang berbeda tidak langsung bercampur. Ia mengaku terkejut bahwa Al-Qur’an sudah menyebutkan fenomena ini sejak lama.
Bukti Keagungan dan Mukjizat Al-Qur’an
Fenomena laut yang tidak menyatu merupakan satu dari banyak contoh yang menunjukkan kesesuaian antara wahyu ilahi dan penemuan ilmiah modern. Ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karya manusia biasa, tetapi wahyu yang datang dari Sang Pencipta yang Mahatahu, baik terhadap hal yang tampak maupun tersembunyi.
Bagi umat Islam, fenomena ini memperkuat keyakinan terhadap kebenaran Al-Qur’an. Bagi yang bukan Muslim, ini bisa menjadi pintu dialog antara ilmu pengetahuan dan spiritualitas, bahwa kitab suci bisa memuat pengetahuan ilmiah yang jauh mendahului zamannya.
BACA JUGA: Keindahan dan Kekayaan Laut Korea: Dari Pantai Indah hingga Ekosistem Unik